Gerakanaktualnews.com, Samarinda – Polemik antara sekolah berlabel favorit dan non-favorit kembali menjadi sorotan publik menjelang masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Salah satu yang angkat bicara adalah Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Anhar.
Ia menilai perbedaan perlakuan terhadap sekolah-sekolah tersebut menciptakan ketimpangan dalam dunia pendidikan yang kian mengkhawatirkan.
“Negara tidak boleh abai. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan setiap sekolah mendapatkan perlakuan yang adil, baik dari segi fasilitas maupun kualitas pendidikan,” tegas Anhar, Rabu (28/5/2025).
Menurutnya, istilah ‘sekolah favorit’ justru memperdalam jurang pemisah antar pelajar. Ia menganggap penyematan label tersebut lahir dari persepsi yang keliru di tengah masyarakat, bukan semata dari indikator mutu yang obyektif.
“Bukan berarti sekolah yang dianggap favorit itu selalu lebih baik. Seringkali, ini hanya soal cara pandang masyarakat yang terlalu memuja nama besar,” tambahnya.
Lebih lanjut, Anhar juga menyentil asumsi bahwa sekolah unggulan hanya bisa dimasuki oleh anak-anak dari kalangan tertentu, terutama mereka yang memiliki koneksi atau berasal dari keluarga berpengaruh.
“Seolah-olah anak-anak dari keluarga biasa tak punya peluang yang sama. Padahal kecerdasan dan kemampuan tidak ditentukan oleh status sosial,” katanya.
Sebagai pembanding, Anhar pun menuturkan kisah nyata dari keluarganya sendiri. Ia menceritakan perjalanan akademik anaknya yang mengenyam pendidikan di SMP 14 dan SMA 6 Palaran—dua sekolah yang menurut persepsi umum tak termasuk kategori favorit—namun sukses menembus perguruan tinggi ternama di luar negeri, yakni Universitas Osaka, Jepang.
“Kita perlu ubah cara pandang. Sekolah mana pun bisa jadi batu loncatan menuju masa depan gemilang, asalkan ada motivasi, kerja keras, dan dukungan yang kuat dari orang tua serta guru,” ujar Anhar.
Ia pun mendesak agar pemerataan kualitas pendidikan dijadikan agenda utama oleh pemerintah, agar tidak ada lagi sekolah yang merasa tertinggal atau dianggap kelas dua hanya karena tidak menyandang status favorit. (Adv/dprdsamarinda)