Gerakanaktualnews.com, Samarinda – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Gabungan Komisi di Gedung E DPRD Kaltim, Senin (5/5/2025) Rapat ini difokuskan untuk membahas progres penanganan pertambangan ilegal di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul).
RDP ini merupakan tindak lanjut dari surat Komisi IV DPRD Kaltim Nomor: 068/Kom-IV/2025 tertanggal 30 April 2025, yang meminta agar seluruh komisi DPRD bersinergi dalam menyikapi persoalan serius ini. Komisi I hingga IV turut hadir, menunjukkan keseriusan lembaga legislatif dalam menindaklanjuti persoalan tambang ilegal yang merambah kawasan hutan pendidikan.
Wakil Ketua DPRD Kaltim dari Fraksi PDI Perjuangan, Ananda Emira Moeis, dalam wawancaranya usai RDP menyampaikan bahwa kegiatan tambang ilegal yang terjadi di kawasan KHDTK Universitas Mulawarman merupakan bentuk nyata dari kelalaian pengawasan serta lemahnya penegakan hukum yang harus segera ditindaklanjuti.
“Hari ini seluruh komisi hadir karena ini menyangkut kawasan KHDTK Unmul Samarinda. Saya melihat ini sebagai bentuk harapan agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Tambang ilegal yang masuk ke kawasan pendidikan sangat mengganggu,” ujar Ananda.
Ia menegaskan bahwa penegakan hukum adalah langkah pertama yang harus dipastikan berjalan dengan tegas dan tuntas.
“Kita minta proses hukum ini rigid, harus jelas sampai kapan dan siapa pelaku tambang ilegal itu. Kita ingin prosesnya berjalan sampai tuntas,” tambahnya.
Ananda juga meminta agar media turut aktif mengawal proses penegakan hukum ini, tidak hanya saat rapat berlangsung.
“Kita minta teman-teman media bantu tanya juga, jangan baru tanya waktu RDP. Ini penting untuk membangun tekanan publik,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa kawasan KHDTK Unmul memiliki luas sekitar 300 hektare, namun hanya dijaga oleh tiga orang petugas. Menurutnya, hal ini sangat tidak ideal dalam konteks pengawasan kawasan hutan yang rawan disusupi aktivitas ilegal.
“Oleh karena itu, kami dari DPRD dan pemerintah provinsi meminta adanya tambahan sumber daya manusia dan juga dukungan alat seperti mobil atau motor hutan agar pengawasan bisa lebih maksimal,” ujarnya.
Terkait dampak ekologis akibat aktivitas tambang ilegal, Ananda menyampaikan bahwa seluas 3,2 hektare kawasan hutan telah mengalami kerusakan. Namun ia menekankan bahwa fokus awal DPRD saat ini adalah pada aspek pidana terlebih dahulu sebelum menghitung kerugian lingkungan secara menyeluruh.
“Nah itu dia, masalahnya kalau mau masuk ke aspek ekologi, kita selesaikan pidananya dulu. Baru setelah itu kita hitung kerusakan lingkungannya,” ujarnya tegas.
Ia menambahkan DPRD akan terus memberikan tekanan kepada pihak-pihak berwenang agar masalah ini segera dituntaskan.
“Kita akan pressure terus. Komitmen kami jelas, ini harus selesai,” ujarnya.
Ananda juga menyayangkan bahwa tambang ilegal bisa terjadi di kawasan pendidikan yang semestinya menjadi tempat konservasi dan pembelajaran lingkungan. Menurutnya, hal ini mencerminkan rendahnya kesadaran sebagian masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
“Sebetulnya banyak hal seperti ini terjadi di Kaltim. Tapi yang bikin gerah itu, ini di kawasan pendidikan. Masih juga disikat. Tolonglah, sesekali pikir bukan cuma untuk diri sendiri. Pikir juga buat anak cucu,” pungkasnya.
RDP ini menjadi sinyal kuat bahwa DPRD Kaltim tidak akan tinggal diam terhadap perusakan lingkungan yang terjadi di wilayahnya, terlebih lagi jika itu menyangkut kawasan pendidikan yang memiliki nilai strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pelestarian alam. Dengan keterlibatan seluruh komisi dan dorongan kuat dari para anggota dewan seperti Ananda Emira Moeis, diharapkan proses hukum berjalan dengan tuntas, dan kawasan KHDTK Unmul bisa kembali menjadi kawasan yang aman, terjaga, serta dimanfaatkan sesuai tujuannya sebagai hutan pendidikan. (Vinsen)