Gerakanaktualnews.com, Samarinda – Masih maraknya penolakan terhadap vaksin di tengah kampanye imunisasi menjadi perhatian serius Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur (Dinkes Kaltim). Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin, menyebut salah satu akar masalahnya adalah kesalahpahaman mendasar masyarakat tentang apa itu ‘kimia’.
“Banyak yang belum menyadari, seluruh benda di sekitar kita, bahkan makanan dan obat tradisional, semuanya tersusun dari senyawa kimia. Termasuk air yang kita minum tiap hari,” jelas Jaya, Sabtu (12/7/2025).
Ia mengungkapkan, istilah ‘kimia’ sering diasosiasikan dengan sesuatu yang berbahaya atau beracun. Padahal, air yang notabene vital bagi kehidupan secara ilmiah memiliki nama kimia: H₂O. Namun, ketika disampaikan dengan istilah ilmiah, masyarakat justru merasa asing.
“Kalau kita bilang H₂O, banyak yang bingung. Tapi kalau dibilang air, semua paham. Padahal itu sama saja. Air itu senyawa kimia juga,” ujarnya.
Menurut Jaya, kekeliruan ini meluas hingga pada anggapan bahwa produk herbal tidak mengandung zat kimia karena dianggap ‘alami’. Pandangan ini disebutnya menyesatkan.
Ia menegaskan, semua yang dikonsumsi, baik dari alam maupun hasil sintesis tetap merupakan kumpulan unsur kimia yang punya efek, tergantung cara penggunaannya.
“Label ‘herbal’ bukan berarti bebas dari kimia. Itu persepsi keliru yang harus diluruskan,” tegasnya.
Pandangan keliru ini, lanjut Jaya, kerap memperkuat ketakutan terhadap vaksin, khususnya di kalangan orang tua yang lebih condong pada metode pengobatan tradisional. Padahal, keberadaan vaksin sangat penting untuk mencegah penyakit berbahaya.
Salah satu vaksin yang sering disalahpahami adalah vaksin Hexavalent, yang menawarkan perlindungan terhadap enam penyakit sekaligus: difteri, tetanus, pertusis, hepatitis B, polio, dan Haemophilus influenzae tipe b (Hib). Sebagian masyarakat meragukan komposisi kimianya, padahal efektivitas dan keamanannya telah teruji secara ilmiah.
Lebih dari itu, Jaya membantah keras narasi yang menyebut vaksin hanya produk bisnis. Ia menegaskan bahwa vaksin adalah bagian dari strategi kesehatan global yang telah menyelamatkan jutaan nyawa di seluruh dunia.
“Bukan soal bisnis. Ini soal perlindungan kesehatan publik,” tegasnya.
Untuk memudahkan pemahaman, Jaya pun memberikan analogi menarik. Menurutnya, vaksin ibarat latihan pertempuran: tubuh diperkenalkan dengan ‘musuh’ dalam versi lemah, agar sistem imun dapat mengenali dan bersiap ketika serangan penyakit nyata datang.
“Kalau kita baru ketemu seseorang sekali, mungkin wajahnya tidak langsung dikenali. Tapi kalau sering ketemu, dari jauh saja sudah tahu. Sistem imun juga begitu, ia butuh dikenalkan dulu agar bisa membentuk pertahanan,” jelas Jaya.
Melalui pendekatan edukatif seperti ini, Dinkes Kaltim berharap mampu meredam kekeliruan publik soal vaksinasi dan istilah kimia. Pesannya sederhana namun penting: kimia bukan musuh, dan vaksin bukan ancaman, melainkan penyelamat.
“Seluruh teknologi vaksin adalah buah dari sains dan penelitian panjang demi melindungi generasi mendatang. Sudah saatnya kita percaya pada ilmu,” pungkasnya. (Adv/diskominfokaltim)