Gerakanaktualnews.com, Samarinda — Gelombang suara kritis bergema di halaman Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu (4/6/2025). Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Mulawarman (BEM KM Unmul) turun ke jalan untuk mengevaluasi kinerja 100 hari pertama pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud dan Seno Aji.
Lima poin penting menjadi sorotan mahasiswa. Mereka mendesak pemerintah segera merealisasikan delapan program prioritas, menghentikan praktik tambang ilegal, menagih komitmen Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan tambang, membenahi tata kelola lingkungan hidup, serta memberikan pengakuan nyata terhadap hak-hak masyarakat, khususnya komunitas adat.
Aksi ini tidak sekadar menyoroti janji kampanye, tetapi juga menggambarkan kekhawatiran mahasiswa atas minimnya perubahan konkret yang dirasakan masyarakat sejak pasangan kepala daerah ini dilantik.
Menanggapi aksi tersebut, Wakil Gubernur Kaltim Seno Aji menemui langsung perwakilan mahasiswa. Dalam keterangannya, Seno menyatakan bahwa tuntutan yang disampaikan sejalan dengan agenda pemerintah daerah, bahkan telah mulai dijalankan.
“Terkait program pendidikan gratis, dasar hukumnya telah disiapkan. Mulai Juni dan Juli ini, mahasiswa semester pertama akan menerima manfaatnya. Sementara semester dua hingga delapan menyusul pada Januari 2026. Program ini akan terus berjalan hingga 2030 dan kami harap jadi kebijakan permanen,” ungkapnya.
Terkait aktivitas tambang ilegal, Seno menegaskan bahwa pihaknya sudah menindaklanjuti delapan laporan selama 100 hari kerja. Pemprov juga membuka kanal pelaporan publik melalui barcode yang akan disebarkan di seluruh wilayah Kaltim, sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan.
Di sisi lain, isu CSR pertambangan juga menjadi perhatian utama. Saat ini, kontribusi perusahaan hanya Rp1.000 per ton. Seno menyebut, pemerintah telah bergerak aktif agar angka itu naik menjadi Rp2.000 per ton, yang berarti potensi penerimaan CSR bisa meningkat dari Rp500 miliar menjadi Rp1 triliun per tahun. Dana ini direncanakan untuk menopang sektor pendidikan dan insentif tenaga pengajar.
Mengenai persoalan lingkungan, Seno mengakui keterbatasan ruang terbuka hijau (RTH), khususnya di Samarinda yang saat ini hanya mencapai 7 persen dari total luas wilayah. Pemprov akan mendukung upaya Pemkot untuk memperluas RTH sebagai bagian dari pengendalian banjir dan penataan ruang kota yang lebih baik.
Pada isu hak-hak masyarakat adat, Seno menekankan komitmen Pemprov untuk terus memberikan perlindungan. Ia mencontohkan pengakuan terhadap komunitas adat di Paser yang mendapat penghargaan Kalpataru.
Selain itu, konflik lahan yang melibatkan masyarakat adat di Muara Kate juga tengah diusut. Pemprov telah melayangkan surat resmi ke Kementerian ESDM, dan kini proses investigasi sedang berlangsung.
“Kami tidak tinggal diam. Dalam seminggu pertama kerja, surat sudah dikirim langsung oleh Gubernur ke Jakarta. Kami harap pelaku pelanggaran terhadap ruang hidup masyarakat adat bisa segera diungkap dan ditindak,” ujarnya.
Meski aksi berakhir damai, mahasiswa berharap agar janji-janji yang disampaikan pemerintah tidak hanya berhenti di atas kertas. Mereka ingin bukti nyata di lapangan, bukan sekadar narasi manis dalam ruang konferensi. (Adv/diskominfo kaltim)