gerakanaktualnews.com, SAMARINDA — Bagi Mahmud Najmi, nama Samarinda dulu hanya hadir sebagai tempat jauh yang penuh keraguan. Bukan karena ia tidak ingin menempuh pendidikan tinggi, tetapi karena sejak awal yang muncul di kepalanya hanyalah daftar panjang biaya: perjalanan dari Berau ke ibu kota provinsi, uang makan setiap bulan, dan Uang Kuliah Tunggal yang membuatnya berkali-kali menahan mimpi untuk berkuliah.
Pemuda kelahiran 28 Januari 2006 itu tumbuh dalam keluarga sederhana. Meski berprestasi di sekolah, ia tak pernah benar-benar berani menyampaikan keinginannya untuk merantau.
Angka Rp4 juta per semester terasa seperti tembok besar yang memisahkan dirinya dari masa depan yang ia impikan.
“Awalnya saya hampir batal berkuliah karena keterbatasan ekonomi keluarga,” ucapnya, Kamis (4/12/2025).
Di Berau, banyak anak muda menatap Samarinda sebagai tempat yang menyediakan kesempatan.
Namun jarak 573 kilometer dengan perjalanan darat lebih dari 15 jam bukan persoalan kecil.
Biaya kuliah yang harus ditanggung hingga delapan semester juga membuat keluarganya mempertimbangkan pilihan lain, tetap di kampung, atau menunda kuliah sambil mencari pekerjaan.
Hingga pada suatu hari yang tampak biasa di sekolahnya, sebuah informasi kecil mengubah segalanya.
Seorang guru menyampaikan adanya Program GratisPol, bantuan UKT penuh dari Pemerintah Provinsi Kaltim.
Pengumuman itu awalnya hanya lewat begitu saja, sama seperti program-program yang tampak jauh dari kenyataan bagi siswa dari keluarga sederhana. Namun kali ini, Mahmud berhenti sejenak dan mulai bertanya.
“Awal saya tahu Gratispol itu dari sekolah,” katanya.
Ia pulang dengan rasa penasaran, mencari informasi lebih dalam, lalu menyiapkan berkas satu per satu. Meski membayangkan proses yang rumit, yang ia temui justru kemudahan.
“Menurut saya proses Program Gratispol ini sangat mudah. Tinggal fotokopi, lengkapi berkas, tidak menambah banyak biaya,” jelasnya.
Beberapa minggu kemudian, sebuah pesan singkat menghentikan langkahnya. Ia dinyatakan lolos.
Mahmud hanya bisa memegang ponselnya lama, memastikan ia tidak salah baca. Beban UKT yang selama bertahun-tahun menghantui kepalanya lenyap seketika.
Ia pun mengambil keputusan besar: meninggalkan Berau dan menetap di Samarinda untuk melanjutkan pendidikan di UINSI Samarinda, memilih Prodi Hukum Tata Negara.
Kota yang dulu hanya hadir dalam angan-angan, kini menjadi tempat ia berjalan setiap hari, dari kos ke kampus, dari kelas ke perpustakaan.
“Saya merasa terbantu sekali dengan adanya Program Gratispol ini. Saya bisa berkuliah di Samarinda, tempat yang sudah saya inginkan dari dulu,” tuturnya.
Kini, hitungan biaya bukan lagi bayangan gelap yang membayangi setiap malam. Yang tersisa hanyalah rasa tenang, dan semangat memahami perkuliahan yang membuka banyak perspektif baru baginya.
Dalam benaknya, muncul cita-cita yang semakin jelas. Ia ingin suatu hari bisa kembali memberi manfaat, terutama bagi generasi muda di daerah asalnya, mereka yang mungkin merasakan dilema yang sama antara menyerah pada keadaan atau terus melangkah.
“Saya ingin suatu saat bisa membantu daerah, terutama dari sisi pendidikan,” katanya.
Di akhir percakapan, ia tidak lupa menyampaikan apresiasi kepada pihak yang membuat peluang ini nyata bagi dirinya.
“Teruntuk Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur, saya berterima kasih sebesar-besarnya atas Program Gratispol ini. Sangat membantu kami, terutama teman-teman yang kesusahan. Terima kasih, Pak,” pungkasnya.
Mahmud hanyalah salah satu wajah dari banyak pelajar yang mendapatkan kesempatan baru lewat GratisPol.
Bagi sebagian orang, program ini mungkin hanya kebijakan.
Tetapi bagi Mahmud, itu adalah jembatan yang menghubungkan sebuah desa di Berau dengan masa depan yang kini bisa ia capai dengan langkah yang lebih mantap. (Adv/DiskominfoKaltim/rt).
