23 Views

Gerakanaktualnews.com, Samarinda — Rencana pembangunan Gereja Toraja di kawasan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, masih menemui hambatan dalam proses perizinan. Menanggapi hal ini, DPRD Kota Samarinda, melalui Komisi IV, menyatakan kesiapannya untuk mengambil peran sebagai mediator guna menjembatani aspirasi dan mencegah konflik sosial.

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Novan Syahronny Pasie, menekankan pentingnya penyelesaian yang adil dan transparan terhadap persoalan ini. Ia membuka peluang untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebagai forum mediasi antara para pihak terkait.

“Semua proses pendirian rumah ibadah harus tunduk pada regulasi yang ada. Jika seluruh persyaratan administrasi dan sosial telah dipenuhi, maka proses tersebut seyogianya bisa berjalan tanpa hambatan,” ujarnya, Selasa (20/5/2025).

Novan mengacu pada aturan resmi, yakni Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, yang mengatur prosedur pendirian rumah ibadah. Di antaranya, diperlukan daftar 90 nama jemaah disertai salinan KTP, surat dukungan dari 60 warga setempat, rekomendasi FKUB, serta izin dari Kementerian Agama.

Namun, perkembangan saat ini menunjukkan adanya hambatan administratif. Salah satu kendala utama adalah belum dikeluarkannya surat rekomendasi dari Kantor Kemenag Samarinda, dengan alasan menjaga situasi masyarakat agar tetap kondusif, menyusul munculnya keberatan dari sebagian warga.

“Kita perlu mengetahui secara rinci alasan keberatan tersebut. Prosesnya tidak boleh seolah-olah ditahan tanpa alasan yang jelas. Ini menyangkut prinsip toleransi dan keberagaman yang harus kita jaga bersama,” sambung Novan.

Pihak gereja, dalam menyikapi situasi ini, telah menggandeng Aliansi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AAKBB) Kalimantan Timur. Mereka bahkan telah menyampaikan langsung keluhan dan aspirasi kepada Pemkot Samarinda melalui jalur audiensi resmi.

Ketua AAKBB Kaltim, Hendra Kusuma, menegaskan pentingnya keterbukaan dalam proses ini. Ia mendukung pelaksanaan RDP di DPRD Samarinda sebagai ruang untuk mengurai sumber persoalan secara jelas dan terbuka.

“Kami ingin tahu secara konkret, siapa yang menolak dan apa alasannya. Ini bukan sekadar masalah administratif, tapi menyangkut hak konstitusional warga negara untuk beribadah,” ujarnya tegas.

Lebih jauh, Hendra menekankan bahwa proses pendirian rumah ibadah tidak boleh dikompromikan oleh tekanan kelompok tertentu. Ia menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal perjuangan jemaat hingga seluruh prosedur perizinan tuntas dan kegiatan ibadah bisa berlangsung secara sah dan damai.

Kini, inisiatif untuk membangun dialog terbuka menjadi hal yang sangat penting. DPRD Kota Samarinda menegaskan komitmennya untuk menghadirkan ruang komunikasi yang adil, dengan harapan persoalan ini dapat diselesaikan secara damai tanpa mengorbankan nilai-nilai toleransi dan hak beragama. (Adv/dprdsmd)

By RETNO

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *