Gerakanaktualnews.com, Samarinda – Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, akhirnya angkat bicara terkait polemik pengelolaan aset milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang bekerjasama dengan PT Timur Borneo Indonesia (PT TBI). Dugaan wanprestasi yang dilakukan PT TBI terhadap kewajibannya dalam kerja sama ini menjadi sorotan utama, terlebih setelah terungkap bahwa sejak tahun 2016 hingga kini tidak ada realisasi pembayaran yang telah disepakati.
Pernyataan tersebut disampaikan Hasanuddin usai menghadiri Rapat Internal DPRD Kalimantan Timur di Gedung E lantai 1 Kantor DPRD Provinsi Kaltim, Senin (19/5/2025). Rapat tersebut dihadiri oleh anggota Bapemperda DPRD dan membahas beberapa agenda penting, termasuk fasilitasi tata tertib DPRD oleh Kemendagri, laporan usulan Ranperda di luar Propemperda tahun 2025, serta rencana rapat koordinasi Bapemperda se-Kaltim tahun depan. Namun, perhatian media tertuju pada respons Ketua DPRD terhadap kerja sama antara Pemprov Kaltim dan PT TBI.
Dalam wawancaranya, Hasanuddin menyampaikan bahwa pihaknya di DPRD belum menerima informasi resmi dari pihak eksekutif terkait persoalan tersebut.
“Bagusnya dipertanyakan dahulu ke Pak Gubernur karena kami di dewan belum ada komunikasi. Tapi dalam waktu dekat kami berencana akan mengadakan rapat koordinasi dengan Pak Gubernur. Kalau tidak ada halangan, maka hari Kamis kami akan koordinasi. Baru kami bisa jawab itu, artinya saat ini kami belum bisa berkomentar lebih jauh,” jelasnya.
Terkait hasil pertemuan sebelumnya yang digelar di Hotel Royal, Hasanuddin menambahkan bahwa kerja sama tersebut memang sudah dijalankan sejak 2016 antara Pemerintah Provinsi dan PT TBI. Dalam perjanjiannya, PT TBI diwajibkan membayar Rp600 juta per tahun kepada pemerintah daerah serta memberikan bagi hasil keuntungan sebesar 2 persen.
“Namun sampai saat ini kedua kewajiban itu belum pernah dilaksanakan oleh pihak PT TBI,” ungkapnya.
Hasanuddin juga menyebut bahwa pihak pemerintah provinsi telah memberikan beberapa solusi lunak kepada PT TBI, namun tidak ada yang berjalan efektif.
“Oleh karena itu, pemerintah berinisiatif untuk mengambil kembali aset tersebut,” paparnya.
Selain persoalan kewajiban finansial, Hasanuddin juga menyoroti beberapa pelanggaran lain yang dilakukan oleh PT TBI.
“Ada beberapa poin. Pertama, sejak tahun 2022 terjadi perpindahan manajemen atau wanprestasi. Kedua, tidak adanya pembayaran sesuai komitmen awal juga merupakan wanprestasi. Dan yang paling penting, ada alih fungsi kamar hotel yang semula untuk menginap namun dialihkan menjadi tempat usaha seperti Pub atau kafe,” jelasnya lagi.
Hal tersebut, menurut Hasanuddin, sangat merugikan aset milik pemerintah. Ia menegaskan bahwa perlu ada langkah konkret untuk menyelamatkan aset tersebut dari pengelolaan yang tidak profesional.
“Kita harus menyelamatkan aset ini. Dalam waktu dekat pemerintah daerah, DPRD, dan Pak Gubernur akan membuat aturannya langsung,” tegasnya.
Dengan pernyataan ini, DPRD Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan keseriusannya dalam menindaklanjuti dugaan wanprestasi dan pelanggaran kerja sama oleh PT TBI. Koordinasi yang akan dilakukan dalam waktu dekat diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang berpihak pada kepentingan publik dan menjaga aset pemerintah dari kerugian yang lebih besar. Perkembangan kasus ini masih dinantikan, terutama langkah konkret apa yang akan diambil oleh pemerintah provinsi bersama DPRD dalam menyelamatkan aset berharga tersebut. (Vinsen)